Kepulauan Seribu dan Legenda The Flying Dutchman

by -71 Views
kapal flying dutchman

RadarKota – Jika pernah menyaksikan Pirates of the Caribbean dan film kartun Spongebob, pasti dengar atau melihat sosok The Flying Dutchman. Tentu saja di kedua film itu The Flying Dutchman tampil sebagai sosok rekaan sutradara, atau penulis skenario.

Dalam Pirates of the Caribbean, The Flying Dutchman adalah kapal legendaris yang kaptennya bertugas mengangkut jiwa-jiwa orang yang meninggal di laut ke loker Davy Jones — tempat mereka berdiam dalam damai.

Di Spongebob, The Flying Dutchman digambarkan sebagai hantu hijau berkilau, mata kuning, janggut kusut, topi bajak laut yang membawa tas tangan bertuliskan ‘jiwa’, hidung terkulai, mengenakan mantel, kuncir kecil, dan ekor hantu. The Flying Dutchman berbicara dengan aksen bajak laut West Country.

Pertanyaannya, bagaimana kisah The Flying Dutchman sebenarnya, dan di mana legenda itu terbentuk?

Pulau Cipir dan The Flying Dutchman

Theo Meder, dalam The Flying Dutchman and Other Folktales from the Netherlands, punya versi lain — dan relatif berbeda dibanding semua yang digambarkan dalam film — tentang legenda yang satu ini

The Flying Dutchman adalah seorang kapten kapal dagang bersenjata De Kroonvogel, yang bernama asli Barend Fockesz. Di masa awal kejayaan VOC, sekian puluh tahun setelah kongsi dagang itu meneguhkan kedudukannya di Batavia, Fockesz membangun reputasinya di lautan.

Fockesz dikenal sebagai kapten yang menolak berlayar sesuai jalur, dan berusaha mencari rute terpendek, agar pelayaran Amsterdam-Batavia menjadi lebih singkat. Ia mampu melakukannya, dan beberapa kali berlayar dari Amsterdam ke Batavia dalam enam bulan.

Biasanya, waktu tempuh kapal dagang dari Amsterdam-Batavia, dan sebaliknya, sekitar delapan bulan jika tak sarat muatan. Jika sarat muatan, kapal akan berlayar lebih lambat, dan waktu tempuh bisa mencapai 12 bulan.

Meski mampu mempersingkat waktu tempuh dengan keluar jalur pelayaran resmi, Fockesz masih tidak puas. Ia yakin ada cara lain untuk memperpendek waktu tempuh. Cara itu adalah meminta bantuan iblis.

Tahun 1678, De Heeren Zeventien — dewan direktur VOC yang terdiri dari 17 orang — mengangkat Rijcklof van Goens sebagai gubernur jenderal VOC di Batavia. Fockesz, dengan reputasi luar biasanya, dipercaya membawa surat-surat untuk gubernur jenderal baru itu.

Fockesz, ensiklopedia Wikipedia menyebutnya Bernard atau Barend Fokke, menerima tugas itu. Ia membawa De Kroonvogel berlayar normal sampai ke Tanjung Harapan, sebuah tanjung bebatuan di Afrika Selatan.

Di suatu malam, Fockesz menghentikan kapalnya. Seluruh kru tertidur lelap akibat kelelahan. Juru mudi membungkuk terlelap di atas kemudi besar, pelaut yang berjaga di sarang gagak dan petugas navigasi di anjungan utama tidur mendengkur.

Dalam kesunyian malam, dan hanya debur ombak yang terdengar, Fockesz mengundang iblis. Meder menulis; “Tengah malam itu sekoci kecil mendekati De Kroonvogel. Seorang lelaki, iblis itu, berpakaian serba hitam naik ke atas kapal. Lelaki itu memasuki kabin, tempat Fockesz menunggu.”

Terjadi dialog. Fockesz menyampaikan keinginannya berlayar lebih cepat untuk sampai ke Batavia. Iblis bersedia membantu.

Iblis memberikan beberapa saran tak masuk akal. Fockesz sempat ragu, tapi iblis mengatakan; “De Kroonvogel akan berlayar di atas terumbu karang dan bebatuan, di atas perairan dangkal dan gumuk pasir, dengan angin kencang atau tanpa angin sama sekali. De Kroonvogel akan selalu melaju kencang dengan layar penuh. Kelak, selama berabad-abad pelaut akan menuturkan kisah De Kroonvogel dan menyebut kapal ini The Flying Dutchman.”

Dialog selesai. Iblis meninggalkan kapal. Keesokan hari, Fockesz menjalankan seluruh perintah iblis. Ia menurunkan tiang layar, dan bagian dalam tiang diisi cairan timah. Ia menambahkan setiap tali layar dengan kawat besi. De Kroonvogel melaju dengan layar penuh, tanpa henti.

De Kroonvogel tiba di Batavia dalam tiga bulan 10 hari. Versi lain menyebutkan tiga bulan sempat hari. Meder menulis kapal tiba di pelabuhan Batavia tepat tiga bulan setelah meninggalkan Amsterdam.

Di Pelabuhan Sunda Kelapa, De Kroonvogel disambut decak kagum seluruh penduduk. Gubernur Jenderal Van Goens mengundang Fockesz dan seluruh awak kapal ke kediamannya, menjamu dengan makanan enak, dan memberi banyak hadiah; medali, koin emas dan perak Spanyol sebanyak satu peti, dan hadiah lainnya.

Van Goens mendirikan patung Fockesz di Eiland Kuipertje, kini dikenal sebagai Pulau Cipir di gugusan Kepulauan Seribu, beberapa bulan setelah De Kroonvogel meninggalkan Batavia. Pelaut-pelaut yang berlayar menuju Batavia akan dengan mudah melihat patung Fockesz, dengan jaket hitam, topi kapten.

Tidak sedikit pula yang menolak melihat patung Fockesz, karena dianggap menimbulkan aura menakutkan. Pelaut-pelaut menuturkan aura menakutkan patung Fockesz, yang berdampak serius terhadap nasib patung itu di kemudian hari.

Tak Pernah Berlabuh

Dalam salah satu pelayaran cepat, De Kroonvogel kehilangan petugas navigasi saat melewati Selat Sunda. Penyebabnya? Ada beberapa versi tentang ini.

Pertama, iblis tertidur sejenak dan gagal mengendalikan De Kroonvogel. Kedua, iblis jengkel dengan perwira navigasi yang tidak mempercayainya, dan mengerakan kapal melewati Slee-Bessie, pulu kecil yang dikenal masyarakat Banten dengan nama Sebesi.

Kembali ke Amsterdam, Fockesz mencari perwira navigasi dan mendapatkannya. Saat De Kroonvogel kembali melewati perairan dangkal dekat Pulau Sebesi, sang perwira mengukur kedalaman air. Fockesz mencegah dengan mengatakan; “Percayalah dengan saya dan iblis. Kita akan berlayar aman dan akan selalu seperti itu.”

Fockesz dan De Kroonvogel terus berlayar selama tujuh tahun melayani VOC sesuai kontrak. Jalur pelayaran tidak hanya Amsterdam-Batavia, tapi jalur lain sesuai tugas yang diberikan VOC.

Setelah tujuh tahun, iblis sepenuhnya mengambil alih De Kroonvogel. Kapal terus berlayar dengan layar penuh tanpa atau dengan angin, mengarungi tujuh samudera tanpa pernah berlabuh di mana pun.

De Kroonvogel yang hitam menjadi kapal iblis, dan pelaut di seluruh dunia menyebutnya The Flying Dutchman. Kemunculannya adalah pertanda badai dan kehancuran bagi kapal yang menemuinya.

Kesaksian beberapa pelaut menyebutkan The Flying Dutchman bisa muncul kapan saja. Saat muncul, pelaut bisa melihat sosok Fockesz, kapten kelahiran Frisian, berdiri di atas anjungan. Wajahnya sangat tua, mengenakan jas dengan lengan digulung. Satu tangannya yang kurus memegang surat dengan segel lilin hitam. Satu tangan lagi memegang tali layar.

Ia berharap kapten kapal yang menemuinya bersedia mengambil surat itu untuk diserahkan ke Heeren Zeventien, tapi tidak ada yang berani melakukannya.

Banyak pelaut yang mengaku bertemu The Flying Dutchman, tapi pengakuan paling terkenal dibuat Pangeran George dari Wales, calon Raja George V, saat melakukan perjalanan tiga tahun bresama Pangeran Albert Victor, kakak laki-lakinya, dan guru mereka John Neill Dalton.

Saat itu tahun 1881. Pangeran George dan Albert Victor masih belia. Dalam catatan bertanggal 11 Juli 1881, di lepas pantai Australia — tempatnya di Selat Bass antara Melbourne dan Sydney — The Flying Dutchman muncul dan menyilang di depan kapal dua pangeran itu.

“Sebuah lampu merah yang aneh seperti sebuah kapal hantu bersinar, di tengah-tengahnya lampu tiang, tiang dan layar dari sebuah penjara 200 yard jauhnya terlihat sangat lega saat dia muncul di haluan pelabuhan, di mana juga petugas dari menonton dari jembatan dengan jelas melihatnya, seperti yang dilakukan gelandang gelandang, yang dikirim ke depan sekaligus ke garda depan; tetapi saat tiba, tidak ada sisa atau tanda apa pun dari kapal material apa pun yang akan terlihat, baik di dekat atau langsung ke cakrawala, malam cerah dan laut tenang. Tiga belas orang melihatnya.

Pada pukul 10.45 pagi, pelaut biasa yang melaporkan kehadiran Flying Dutchman jatuh dari tiang anjungan dan membentur tiang lain, dan tewas.”

Sampai 1959 masih ada laporan penampakan The Flying Dutchman. Setelah itu, selama lebih 50 tahun terakhir, tidak ada lagi laporan penampakan The Flying Dutchman. Atau, penampakan terjadi tapi tak pernah dilaporkan agar mitos kapal hantu itu hilang begitu saja.

Menghancurkan Mitos The Flying Dutchman

Tahun 1795 Prancis menguasai Belanda, mendirikan pemerintahan boneka, dan setahun kemudian membubarkan De Heeren Zeventien. Louis Napoleon, adik Napoleon Bonaparte yang menjadi raja Belanda tahun 1806, membentuk komisi baru.

Tahun 1808, Louis Napoleon mengirim Herman Willem Daendels ke Batavia untuk menjadi gubernur jenderal. Inggris berusaha melemahkan Prancis dengan merebut tanah-tanah jajahannya jauh di luar Eropa.

Tahun 1808, Inggris mengirim Admiral Durie untuk menaklukan Batavia di bawah Daendles. Meder menulis Durie tidak berani menyerang Batavia, karena pertahanan kota di bawah kendali langsung Daendles.

Sejumlah tentara yang berada di salah satu kapal dalam armada Inggris mendarat di Pulau Cipir, dan menghancurkan patung Barend Fockesz dengan peledak. Patung hancur berkeping-keping, dan waktu menghancurkan sisa-sisa pondasinya.

Nyaris tidak ada bukti patung The Flying Dutchman pernah berdiri di Pulau Cipir, yang membuat penduduk di Kepulauan Seribu tidak mewariskan kisahnya. Penduduk Batavia, pribumi atau bukan, juga tidak menarasikan kisah The Flying Dutchman secara oral turun temurun.

Tiga tahun setelah penghancuran patung The Fluing Dutchman, Inggris mendarat di Batavia, menaklukan pasukan Prancis-Belanda, dan mengakhiri kekuasaan Daendels.

Leave a Reply