Dalam mendukung visi Presiden Prabowo Subianto terkait ketahanan pangan nasional, langkah-langkah strategis perlu diambil untuk mengantisipasi masalah klasik yaitu anjloknya harga hasil pertanian saat panen raya. Salah satu solusi inovatif adalah mengolah hasil panen, khususnya buah-buahan dan umbi-umbian, menjadi produk makanan ringan (snack) kering bernilai jual tinggi.
Buah-buahan seperti pisang, mangga, nanas, dan pepaya sangat berpotensi diolah menjadi keripik, manisan kering, atau buah kering kemas. Demikian juga ubi, singkong, dan talas yang dapat dijadikan keripik, tepung, atau makanan ringan kaya nutrisi. Produk olahan ini tidak hanya menambah masa penyimpanan, tapi juga meningkatkan harga petani.
Contoh Kasus adalah pada Petani Lampung, Anjloknya Harga Singkong
Contoh nyata datang dari petani singkong Lampung. Di awal tahun 2025, harga singkong merosot drastis ke Rp 300 bahkan Rp 200 per kilogram di beberapa lokasi, tak hanya Tulangbawang dan Pringsewu. Hal itu terjadi karena panen bersamaan menyebabkan stok melimpah dan pasar tidak berhasil menyerapnya. Dari itu, ribuan petani melancarkan aksi unjuk rasa untuk menuntut solusi konkret dari pemerintah.
Peran Strategis Dosen dalam Tridharma Perguruan Tinggi
Dalam konteks inilah, keterlibatan kalangan perguruan tinggi menjadi sangat penting. Presiden perlu menggandeng para dosen untuk turut serta dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan. Melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dosen memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Dosen dari berbagai bidang seperti pertanian, teknologi pangan, manajemen, hingga pemasaran bisa berperan aktif dengan:
– Memberikan pelatihan peningkatan produktivitas tani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
– Mendeteksi kemampuan petani untuk mengembangkan hasil panen menjadi produk olahan yang bernilai lebih tinggi.
– Mendampingi pembuatan produk, pengemasan, hingga pengurusan edar produk.
– Memberikan pelatihan digital marketing dan membantu menbuka kemungkinan akses pasar yang lebih luas.
Belajar dari Negara Gajah Putih Thailand, Jangan Malu Meniru yang Sudah berhasil
Kita sendiri tidak perlu malu untuk mengeological negara lain yang lebih maju dalam pengolahan komoditas tani. Thailand merupakan contoh kesuksesan bagaimana buah tropis seperti mangga, durian, dan nanas dimanfaatkan menjadi snack kering kualitas ekspor. Produk-produk tersebut tidak hanya begitu laris di pasar dalam negeri, tapi juga sangat didambakan di pasar internasional. Thailand sukses mempertahankan harga produk pertanian tetap stabil dengan industri pengolahan yang tangguh, berbasis teknologi dan penyerapan pendidikan tinggi.
Sebanyak 330 Ribu Dosen Siap Berkontribusi
Presiden tidak perlu ragu-ragu untuk meminta jasanya para dosen untuk mewujudkan program ketahanan pangan. Dengan menggunakan data terkini, Indonesia memiliki sekitar 330.215 dosen yang berkembang di lebih dari 6.500 perguruan tinggi, negeri dan swasta. Dengan jumalah yang besar itu, dosen bisa menjadi mitra strategis dalam menyediakan pelatihan, pendampingan, dan inovasi untuk petani di seluruh Indonesia.
Semakin berilmu, semakin sejahtera. Itulah prinsip yang perlu dipegang. Saat pengetahuan disalurkan secara langsung ke masyarakat, yang utamanya adalah petani, maka konsekuensinya adalah peningkatan produktivitas, pendapatan, serta kemandirian pangan.
Penutup
Sudah waktunya negara membangun ekosistem pertanian berbasis inovasi. Pemerintah, petani, pelaku industri, dan perguruan tinggi perlu berjalan bersama. Dengan cara ini lah visi besar Presiden Prabowo tentang kedaulatan dan ketahanan pangan dapat benar-benar terwujud, tanpa menjadikan petani sebagai korban dari kesuksesan panennya sendiri.
Oleh:
Yuga Pratama, S.Kom., M.M., CHT.
(Dosen Universitas Pamulang, Fakultas Ekonomi dan Bisnis)