Fakta-fakta Jatuhnya Sriwijaya Air Mencengangkan

by -46 Views
sriwijaya air

RadarKota – Pada 9 Januari 2021 lalu, publik tanah air dikagetkan tragedi pesawat Sriwijaya SJ182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu hingga menewaskan seluruh penumpang.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menjabarkan fakta-fakta mencengangkan hasil investigasi kecelakaan pesawat tersebut. Meski akan dirilis ke publik, namun investigasi itu masih menyisakan misteri.

Berikut hasil investigasi KNKT kronologi hingga pesawat Sriwijaya jatuh di perairan Kepulauan Seribu:

Suara Pilot Tak Terekam
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Nurcahyo Utomo mengatakan, meski masih terdengar suara co-pilot, begitu juga suara pengatur lalu lintas udara, namun suara dari kokpit tak terdengar.

“Kebetulan dari CVR yang ditemukan kami mendapatkan bahwa suara kaptennya tidak terekam. kami tidak bisa menentukan mengapa suara kaptennya tidak terekam. Ada dugaan bahwa kaptennya tidak menggunakan headset,” kata Nurcahyo saat rapat dengan Komisi V DPR RI, dikutip Sabtu, 5 November 2022. Microphone yang ada pada kokpit pesawat juga tidak terdengar suaranya, karena tertutup suara bising.

“Channel ini tertutup noice pada 400 hertz sehingga pembicaraan tidak bisa direkam. Sehingga tidak bisa menganalisa kerja sama kokpit dan apa saja perintah kapten ke co-pilot. meski suara co-pilot masih bisa di dengar termasuk suara dari pengatur lalu lintas udara di dengar,” katanya.

Gangguan Sistem Mekanikal Auto-Throttle
Nurcahyo mengungkapkan, pesawat saat mau menanjak terjadi perubahan mode autopilot yang sebelumnya menggunakan komputer berpindah menjadi mode control panel. “Perubahan ini nampaknya membutuhkan tenaga mesin yang lebih sedikit. normalnya autothrottle akan menggerakkan kedua thrust lever mundur untuk mengurangi tenaga mesin,” jelasnya.

Lalu Auto-Throttle tidak dapat menggerakkan thrust lever kanan, dan tim investigasi meyakini adanya gangguan pada sistem mekanikal, bukan pada komputer. Selain itu tidak berkurangnya tenaga mesin sebelah kanan, menjadikan thrust lever atau tuas dorong yang ditemukan dalam kokpit sebelah kiri, mengurangi tenaga mesin untuk mengkompensasi kebutuhan autopilot. Hingga menimbulkan perbedaan posisi yang sebut sebagai asimetri.

Selanjutnya menjelang ketinggian 11.000 kaki, permintaan tenaga mesin semakin berkurang, yang membuat thrust lever sebelah kiri semakin mundur. “Karena thrust lever sebelah kanan tidak bergerak maka thrust lever sebelah kiri terus mengurangi tenaganya sehingga perbedaan tenaga mesin makin besar,” jelasnya.

Perubahan Autothrottle Terlambat
Disebutkan, pesawat ini dilengkapi dengan sistem Cruise Thrust Split Monitor (CTMS) yang berfungsi menonaktifkan auto-throttle jika terjadi asimetri, untuk mencegah perbedaan tenaga mesin.

Menurut Nurcahyo, salah satu syarat supaya penonaktifan auto-throttle terjadi antara flight spoiler membuka lebih dari 2,5 derajat selama minimum 1,5 detik. Kondisi tercapai pada pukul 14.39.40 WIB saat pesawat berbelok ke kanan dengan sudut 15 derajat, tetapi auto-throttle tetap aktif.

Setelah itu pukul 14.40 WIB autothrottle menjadi non aktif. Keterlambatan ini diyakini karena flight spoiler memberikan informasi dengan nilai yang lebih rendah disebabkan karena penyetelan (rigging) pada flight spoiler. Penyetelan (rigging) belum pernah dilakukan di Indonesia. karena hanya diperlukan jika ada pelepasan atau penggantian flight spoiler.

Pesawat Belok ke Kiri
Dari kondisi asimetri ini menimbulkan perbedaan tenaga mesin yang menghasilkan gaya yang membelokkan pesawat ke sebelah kiri. Gaya ke kiri lebih besar dari gaya yang membelokkan ke kanan oleh aileron dan flight spoiler, sehingga pesawat berbelok ke kiri.

“Dalam ketinggian menjelang 11.000 kaki, pesawat yang tadinya sedang berbelok ke kanan karena perubahan posisi thrust lever kiri, akhirnya pesawat jadi datar tidak berbelok lalu berpindah belok ke kiri, dari sini diketahui gaya yang membelokkan ke kanan lebih kecil dari gaya yang membelokkan ke kiri karena perbedaan tenaga mesin,” jelasnya.

Perubahan Tidak Disadari Pilot
Nurcahyo menjelaskan perubahan yang terjadi di kokpit antara lain perubahan posisi thrust lever, penunjukan indikator mesin, perubahan sikap pesawat yang tergambar pada EADI (Electronic Attitude Direction Indicator) tidak disadari oleh pilot. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kepercayaan (complacency terhadap sistem otomatisasi).

“Perubahan dari pesawat dari pilotnya kami tidak tahu apa yang terjadi. tapi asumsi kami pilotnya percaya kepada sistem otomatisasi kepada pesawat,” katanya. Selain itu kemudi juga berbelok ke kanan saat saat pesawat sudah berbelok ke kiri. Sehingga kondisi tersebut merupakan confirmation bias.

Sehingga complacency terhadap sistem otomatisasi dan confirmation bias menyebabkan kurangnya monitor pada instrumen dan kondisi lain yang terjadi.

Tindakan Pemulihan Tidak Sesuai
Dari kondisi kemudi miring ke kanan, sementara pesawat berbelok ke kiri, lalu disusul peringatan kemiringan yang berlebih (bank angle warning) lebih dari 35 derajat. Kurangnya monitoring pada instrumen pada posisi kemudi yang miring ke kanan, membuat menimbulkan asumsi bahwa pesawat miring ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.

“Perubahan asumsi dan kurangnya monitor tadi berakibat pada upaya recovery pilot tidak sesuai. FDR mencatat 4 detik pertama pilot membelokan pesawat ke kiri. Sementara pesawat sedang berlebih ke kiri,” katanya. Selain itu belum adanya aturan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) berpengaruh pada pelatihan yang dilaksanakan maskapai.

Temuan Sebelumnya
Pada tahun 2021, AirNav Indonesia mengungkapkan komunikasi air traffic controller (ATC) yang dilakukan dengan pilot Sriwijaya Air SJ 182 sesaat sebelum dinyatakan hilang. Pihaknya sempat mengonfirmasi ke pilot saat Sriwijaya Air SJ 182 melakukan belokan ke kiri yang tidak sesuai koordinat.

Dijelaskan, adanya komunikasi perubahan arah dan ketinggian, diantaranya karena cuaca dan ada pesawat yang berada pada ketinggian sama menuju Pontianak. Arahan dari ATC pun dilaporkan dijawab ‘clear’ oleh pilot Sriwijaya Air SJ 182. Komunikasi ATC dengan pilot dilaporkan masih baik saat diminta kembali ke posisi 13 ribu kaki. Dan tidak ditemukan indikasi kondisi pesawat tak normal.

Namun, pada pukul 14.39, Sriwijaya berbelok ke kiri. Dan saat ATC menanyakan, tidak mendapat respons hingga Sriwijaya hilang dari radar. Upaya komunikasi oleh pesawat penerbangan lain juga dilaporkan tak mendapat respons dari Sriwijaya 182.